Wednesday, May 28, 2008

Kezaliman Tak Berujung...

Zalim! Tidak memiliki hati nurani! Inilah gambaran yang tepat untuk Pemerintah ketika mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM. Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan BBM rata-rata 28,7%, Jumat (23/05/2008), jam 22:15 WIB, yang disampaikan oleh Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, dengan didampingi sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu.
Dampak dari kenaikan BBM ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Pemerintah memang mengklaim, bahwa lebih baik menaikkan harga BBM yang nantinya akan menurunkan angka kemiskinan karena dibarengi dengan program bantuan langsung tunai (BLT) plus. Namun, ini adalah sebuah kebohongan! Mengapa? Sudah banyak pengamat menyatakan --dan masyarakat juga sudah merasakan secara langsung-- bahwa kenaikkan BBM berdampak pada kenaikan harga semua barang dan jasa. Itu adalah sebuah keniscayaan. Artinya, kenaikan BBM akan menambah jumlah orang miskin. Sebabnya, daya beli masyarakat cenderung menurun, sementara harga-harga barang dan jasa langsung meroket naik.
Pantauan Beritajakarta.com, Senin (26/5) pagi, di beberapa pasar tradisional di Jakarta Selatan, para pedagang langsung menaikkan harga begitu Pemerintah mengumumkan kenaikan BBM. Seperti yang terjadi pada pasar tradisional di Kelurahan Pasar Minggu, Kebayoran Baru, dan Kebayoran Lama. Harga telur ayam yang biasanya dijual seharga Rp 11.500 menjadi Rp 13.000 perkilo. Harga kebutuhan seperti minyak goreng, gula pasir, dan kacang tanah pun naik antara Rp 1.000-Rp 3.000 perkilo.
Untuk harga beras, kenaikan sekitar Rp 500 perkilo. Beras jenis biasa yang sebelumnya dijual seharga Rp 3.500, misalnya, menjadi Rp 4.000 perkilo; jenis super dari Rp 5.500 menjadi Rp 6.000 perkilo. Daging sapi yang semula Rp 47 ribu menjadi Rp 60 ribu perkilo. Kondisi ini terjadi di hampir semua daerah di Indonesia.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berimbas juga pada harga gas elpiji. Di Solo, Jawa Tengah, Senin (26/5), misalnya, saat ini harga elpiji ukuran 15 kilogram menjadi Rp 56 ribu hingga Rp 57 ribu, atau naik Rp 1000 hingga Rp 2000. Bahkan di tingkat pengecer harga elpiji bisa mencapai lebih dari Rp 58 ribu. Sebelumnya, gas elpiji berukuran 15 kilogram dijual pada kisaran Rp 55 ribu. (Liputan6.com, 26/05/2008).
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Jabar-Banten, Didi Turmudzi, yang juga Rektor Universitas Pasundan (Unpas), mengatakan kenaikan harga BBM pasti memiliki pengaruh terhadap 432 PTS di Jabar-Banten pada tahun ajaran mendatang. Sebabnya, biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) akan disesuaikan (dinaikkan) dibandingkan dengan tahun lalu. Tentu saja kenaikan biaya SPP akan berdampak pada turunnya jumlah mahasiswa pada tahun ajaran yang akan datang. Bahkan pada tahun sebelumnya, jumlah mahasiswa sudah berkurang antara 30-40 persen. "Saya memprediksi pada tahun ajaran nanti akan terjadi pengurangan jumlah mahasiswa baru sebesar 40 persen. Ini karena kekuatan ekonomi yang semakin lemah," paparnya. (Okezone, 26/5/2008). Walhasil, pendidikan tinggi, bisa dipastikan hanya milik orang yang berduit saja. Rakyat miskin ‘tidak berhak’ untuk pandai.
Biaya tranportasi ikut-ikutan naik. Buruh pun terancam PHK massal, karena beban berat para pengusaha, dll. Jika sebelumnya, seolah-oleh pengusaha mendukung kenaikan BBM, ternyata mereka adalah para kroni penguasa. Dengan kata lain, mereka tidak mewakili para pengusaha yang sesungguhnya. Karena jelas, pengusahalah pihak yang juga terkena dampak langsung dari kenaikan BBM ini.

Klaim Bohong Pemerintah
Pemerintah tampaknya tidak mau tahu. Mereka sudah buta mata, buta telinga, dan —yang paling menyedihkan— buta nurani. Berbagai cara dilakukan Pemerintah yang tak bernurani ini untuk menenangkan masyarakat. Senjata utamanya adalah subsidi langsung. Pemerintah mengklaim, sudah saatnya Pemerintah memberikan subsidi langsung kepada orang, bukan pada barang yang lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Jelas, ini adalah kebohongan lain!
Pemerintah kemudian membagi-bagikan uang sebesar Rp 100.000 perbulan plus beras raskin. Apakah ini menyelesaikan persoalan? Tentu tidak! Rp 100.000 perbulan untuk satu keluarga (yang berarti Rp 3000 perhari) tentu tidak akan pernah cukup, mengingat biaya hidup meningkat berlipat-lipat. Uang tersebut untuk sekadar menyambung hidup saja jauh api dari panggang. Apalagi untuk memenuhi transportasi, pendidikan, kesehatan, dll yang layak. Ini seperti sebuah mimpi di siang bolong. Prof. Ryas Rasyid menggambarkan, program BLT adalah program ‘penggembira’. Ibarat anak kecil yang dihajar habis-habisan sampai babak belur, supaya tidak menangis, dia diberi permen. Rakyat akan semakin menderita. Untuk membujuk rakyat, mereka diberi Rp 3000 perhari.
Walhasil, kebijakan menaikkan BBM ini merupakan upaya sistematis untuk ‘membunuh’ rakyat. Dengan kebijakan ini, akan semakin banyak rakyat yang meregang nyawa karena kemiskinan; akan semakin banyak anak-anak yang sakit karena orangtuanya tidak mampu memberikan gizi yang baik; akan semakin banyak pula orang miskin yang sulit ke rumah sakit karena biaya rumah sakit yang semakin tidak terjangkau oleh mereka. Yang jelas, warga miskin akan selalu berkutat dalam benang-kusut kemiskinannya, karena akses untuk ‘memperbaiki diri’ telah tertutup rapat-rapat akibat kenaikan harga-harga. Terjadilah kemiskinan absolut dan turun-temurun. Ini bukan masalah main-main. Ini adalah tindakan pembunuhan terhadap rakyat yang termasuk dosa besar. (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 93).

Pemerintah Tunduk Pada Arahan Asing
Pertanyaannya, mengapa Pemerintah tega mengeluarkan kebijakan zalim seperti ini? Tidak lain demi mematuhi arahan dari tangan-tangan Kapitalis penjajah. Ini bisa dilihat dari pujian yang disampaikan oleh Bank Dunia kepada Pemerintah Indonesia. Bank Dunia menyatakan, bahwa Indonesia telah berhasil mereformasi anggaran dan mengarahkan ekonomi ke jalan yang benar. (MetroTV, 26/5/2008, pukul 11.20). Pujian ini jelas merupakan tekanan dari asing kepada Indonesia. Pertanyaannya, ‘jalan yang benar’ untuk siapa? Untuk kepentingan rakyat ataukah untuk kepentingan penjajah? Jelas, kebijakan menaikkan BBM ini adalah kebijakan yang tidak pro-rakyat dan sarat dengan intervensi asing (penjajah). Ini dipertegas oleh ekonom Ichsanuddin Noorsy yang mengatakan, bahwa kebijakan menaikkan BBM adalah rekomendasi dari Bank Dunia. (TVOne, 26/5/2008).
Jauh-jauh hari, negara-negara penjajah itu, melalui IMF telah memaksa Pemerintah untuk melakukan kebijakan ‘lacur’ dalam sektor energi primer. Pemerintah meliberalisasi sektor energi primer, termasuk migas. Seperti yang diungkap Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM), Revrisond Baswir, kepada Tempo Interaktif (2/10/2005), kenaikan harga BBM tersebut hanyalah bagian dari target liberalisasi sektor migas yang akan melepas harga minyak dalam negeri ke pasar dunia. “Kenaikan ini hanya sebagian saja dari proses menuju liberalisasi tadi dan Pemerintah selangkah lagi dalam agenda tersebut,” kata Baswir.
Ia juga memperkirakan, Pemerintah masih akan menaikkan harga BBM, karena harga yang sekarang pun masih di bawah harga pasar. Menurutnya, Pertamina sudah akan kehilangan izin PSO (public service obligation)-nya. Akhirnya, di sektor hilir migas di Indonesia akan masuk pengecer BBM lainnya seperti Exxon, Caltex, dan sebagainya.
Ini malapetaka. Kita kaya minyak. Namun, saat harga minyak mentah dunia melambung tinggi, yang menikmatinya justru kaum Kapitalis penjajah dan komprador mereka. Rakyat Indonesia berdarah-darah, dan semakin menderita. Sebabnya, 90% kilang-kilang minyak Indonesia dikuasai oleh asing.

Wahai Kaum Muslim:
Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM harus kita tolak! Ini adalah kebijakan yang zalim dan akan semakin menyengsarakan rakyat. Kenaikan terbukti telah memicu naiknya harga semua barang dan jasa, yang artinya menambah penderitaan rakyat yang selama krisis memang sudah semakin menderita. Dana kompensasi berupa BLT Plus yang akan diberikan tidak akan mencukupi untuk mengganti penderitaan rakyat banyak akibat kenaikan BBM itu.
Cara yang ditempuh Pemerintah bukan cara yang tepat. Banyak langkah yang disarankan para pakar, tetapi tidak didengar Pemerintah. Keputusan Pemerintah lebih pada upaya liberalisasi minyak. Ini jelas untuk membuka peluang bagi pihak penjajah yang hendak menguasai sektor hilir, setelah selama ini menguasai 90% sektor hulu. Untuk itulah, kita harus berupaya mengambil kembali kekayaan di sektor energi ini khususnya, termasuk migas, dan mengembalikan kepemilikannya kepada ’pemilik’-nya yang sah, yakni umat.

Wahai Kaum Muslim:
Kenaikan BBM, kelangkaan sembako dan kesulitan hidup yang dialami oleh rakyat saat ini adalah dampak diterapkannya Kapitalisme-sekular, baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Karena itu, sudah saatnya sistem Kapitalisme-Sekular yang selama ini mencengkeram Indonesia dan menimbulkan kesengsaraan rakyat banyak harus segera ditinggalkan. Penggantinya adalah Islam. Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
Siapa saja yang berpaling dari peringatan (syariah)-Ku, maka sesungguhnya dia berhak mendapatkan kehidupan yang sempit. (QS Thaha [20]: 124).

Untuk itu, seluruh rakyat Indonesia, termasuk para pejabat dan para wakil rakyat, hendaknya menyadari, bahwa negeri ini tidaklah akan bisa keluar dari krisis yang membelenggunya, dan tidak akan mampu membebaskan diri dari segala kelemahannya, kecuali jika di negeri ini diterapkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Rasyidah. Jika tidak, selamanya negeri ini akan terus didera kesulitan demi kesulitan serta tetap dikuasai oleh penguasa yang zalim.
Untuk itu pula, janganlah sekali-kali kita mempercayai penguasa zalim, yang tunduk pada penjajah, dan menyengsarakan rakyat. Kami mengingatkan doa Nabi kepada mereka:

«اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ»
Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku, lalu dia membebani mereka, maka bebanilah dia! (HR Muslim dan Ahmad).[]

No comments: