Wednesday, December 29, 2010

Action


Jangan Menunggu Bahagia Baru Tersenyum.
Tapi Tersenyumlah, Maka Kamu Kian Bahagia

Jangan Menunggu Kaya Baru Bersedekah.
Tapi Bersedekahlah, Maka Kamu Semakin Kaya

Jangan Menunggu Termotivasi Baru Bergerak.
Tapi Bergeraklah, Maka Kamu Akan Termotivasi

Baca Selengkapnya ...

Friday, December 10, 2010

Dari Bedah Buku Existere Sampai Kalap Buku


Pagi itu kami berdua berjibaku dengan jalanan Sidoarjo, polusi, rentetan mobil dan motor yang berebut kecepatan ingin segera sampai dilokasi tujuan. Beberapa tetes keringat tak ingin ketinggalan ikut membuatku merasa tidak nyaman, kulirik Mbak mufa yang duduk disamping, ia terlihat menikmati perjalanan, mungkin ia sudah terbiasa dengan lalu lintas Surabaya dipagi hari. Ia santai membuka lembar demi lembar koran yang sempat dibelinya sebelum naik angkot.

Sempat beberapa kali menengok layar hape untuk sekedar melihat jam berapa sekarang, sudah lewat jam sepuluh kami masih berada di terminal Joyoboyo menunggu penumpang penuh, syukurlah tidak lama kemudian sang supir melajukan colt berwarna coklat membelah jalanan Surabaya.

Meskipun sampai di tempat acara Bedah Buku Existere telat lebih dari tiga puluh menit ternyata kami tidak telat sedikitpun, acara belum dimulai. Aku tidak melihat Mbak Sinta Yudisia penulis buku yang akan dibedah.

Bedah bukupun segera dimulai bersama dengan naiknya Mbak Sinta Yudisia ke atas panggung bersama sang moderator, acara berjalan dengan santai meskipun tema yang dibawakan cukup serius, tentang kehidupan para "kupu - kupu malam".

Mbak Sinta Yudisia menceritakan beberapa kisah tentang narasumber yang ia gunakan dalam menulis bukunya. Alasan yang sering diungkap mengapa mereka menjerumuskan diri kedunia pelacuran, kemiskinan. meskipun saat ini kekurangan materi bukan lagi satu - satunya alasan seseorang terjun kesana.

Menurut penuturan narasumber, pemberontakan pada orang tua juga menjadi penyebab mengapa mereka memilih menjadi pelacur.

Selanjutnya sesi tanya jawab berlangsung, dengan iming - imingi doorprice, banyak tangan - tangan yang diangkat untuk bertanya. ups, bisa jadi karena memang ingin bertanya, bukan karena doorprice dong!!

Setelah dipilih tiga penanya untuk mendapatkan doorprice, tiba saatnya untuk bagi - bagi hadiah. Setelah pertanyaan dilempar, yang bisa menjawab diharuskan lari kedepan, bukan angkat tangan, jadi yang cuma angkat tangan dan diam ditempat musti rela gigit jari ga dapat hadiah. Hanya yang berani maju kedepan saja yang mendapat kesempatan untuk dapat hadiah.

Semeriah apapun acaranya tetap harus berakhir, sayangnya kami musti pulang tanpa membawa oleh - oleh doorprice satu pun, bahkan mug yang digadang - gadang mau dibawa pulang pun tak ada. Karena kata mbak Sinta mugnya telah diserahkan pada panitia. Hiks... hiks...

Tapi bukan berarti kita pulang dengan tangan kosong, karena ternyata Atrium PPIC (Plasa Pendidikan Indonesia Cerdas) yang berada di Kapas Krampung Plasa adalah gudangnya toko buku dengan diskon bervariasi dan sangat menggiurkan. Benar - benar surganya para kutu bukuer.

Saran ku, kalau ada yang ingin kesana siapkan budget terlebih dahulu, dan yang paling penting jangan bawa atm. ingat JANGAN BAWA ATM, kalau tak ingin kalap dan berakhir dengan tongpes. Jangan sampai baru sadar ketika barang bawaan anda sudah terlalu berat, bertas - tas kresek sudah memberati tangan anda.

Peringatan itu bukan hanya sekedar warning, itu karena penulis sudah mengalaminya sendiri, Atrium PPIC Kapas Krampung Plasa telah membuat ku benar - benar lupa diri, lupa waktu, lupa budget. hi hi hi.

Wonoayu

10 Desember 2010 16.34

Baca Selengkapnya ...

Wednesday, October 20, 2010

Adek Iqbal Ga Nakal Kok



Sepertinya tidak ada habisnya bila bercerita tentangnya. Selalu saja ada hal – hal yang mengejutkan bagi kami yang berada didekatnya. Hal – hal kecil namun mampu membuat kami terpana, terpesona olehnya.

Tingkah polanya sering membuat kami betah berada lama – lama bersamanya. Aku sendiri bahkan merasa nyaman berada bersamanya, mengajaknya jalan – jalan berpetualang disiang hari yang panas, menyusuri jalan setapak ditepi sawah. Menghabiskan semangkuk mie ayam dan segelas es teh berdua. Energinya seperti tak kenal lelah, Kau berbicara tanpa henti, bergerak kesana kemari.

Sayangnya beberapa orang sering mencapnya “NAKAL” tak sadar kah mereka bahwa sebutan itu dapat menjadi doa, seolah mendoakan adik kecil kami yang aktif ini menjadi nakal. Mendengar hal itu dalam hati ku ucap doa ‘Rabbi, mohon jangan kabulkan doa orang ini, sayangi dan jagalah adik Iqbal kami agar selalu berada dalam lindungan Mu, Amien...’.

Baca Selengkapnya ...

Wednesday, October 13, 2010

Bakso Khalifatullah



Photo hanya ilustrasi

Emha Ainun Nadjib

Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya, Pak Patul mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobagnya, sebagian ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.

“Selalu begitu, Pak?”, saya bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.

Maksud Bapak?” ia ganti bertanya.

“Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?” Ia tertawa.

“Ia Pak. Sudah 17 tahun begini. Biar hanya sedikit duit saya, tapi kan bukan semua hak saya” “Maksud Pak Patul?”, ganti saya yang bertanya.

“Dari pendapatan yang saya peroleh dari kerja saya terdapat uang yang merupakan milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”. Aduh gawat juga Pak Patul ini.

“Maksudnya?”, saya mengejar lagi.

“Uang yang masuk dompet itu hak anak-anak dan istri saya, karena menurut Tuhan itu kewajiban utama hidup saya. Uang yang di laci itu untuk zakat, infaq, qurban dan yang sejenisnya. Sedangkan yang di kaleng itu untuk nyicil biaya naik haji. Insyaallah sekitar dua tahun lagi bisa mencukupi untuk membayar ONH. Mudah-mudahan ongkos haji naiknya tidak terlalu, sehingga saya masih bisa menjangkaunya”.

Spontan saya menghampiri beliau. Hampir saya peluk, tapi dalam budaya kami orang kecil jenis ekspressinya tak sampai tingkat peluk memeluk, seterharu apapun, kecuali yang ekstrem misalnya famili yang disangka meninggal ternyata masih hidup, atau anak yang digondhol Gendruwo balik lagi.Bahunya saja yang saya pegang dan agak saya remas, tapi karena emosi saya bilang belum cukup maka saya guncang-guncang tubuhnya.Hati saya meneriakkan

“Jazakumullah, masyaallah, wa yushlihu balakum!”

tetapi bibir saya pemalu untuk mengucapkannya.Tuhan memberi ‘ijazah’ kepadanya dan selalu memelihara kebaikan urusan-urusannya. Saya juga menjaga diri untuk tidak mendramatisir hal itu. Tetapi pasti bahwa di dalam diri saya tidak terdapat sesuatu yang saya kagumi sebagaimana kekaguman yang saya temukan pada prinsip, managemen dan disiplin hidup Pak Patul.Untung dia tidak menyadari keunggulannya atas saya: bahwa saya tidak mungkin siap mental dan memiliki keberanian budaya maupun ekonomi untuk hidup sebagai penjual bakso, sebagaimana ia menjalankannya dengan tenang dan ikhlas.Saya lebih berpendidikan dibanding dia, lebih luas pengalaman, pernah mencapai sesuatu yang ia tak pernah menyentuhnya, bahkan mungkin bisa disebut kelas sosial saya lebih tinggi darinya.Tetapi di sisi manapun dari realitas hidup saya, tidak terdapat sikap dan kenyataan yang membuat saya tidak berbohong jika mengucapkan kalimat seperti diucapkannya:“Di antara pendapatan saya ini terdapat milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”. Peradaban saya masih peradaban “milik saya”.

Peradaban Pak Patul sudah lebih maju, lebih rasional, lebih dewasa, lebih bertanggung jawab, lebih mulia dan tidak pengecut sebagaimana ‘kapitalisme subyektif posesif’ saya.

30 th silam saya pernah menuliskan kekaguman saya kepada Penjual cendhol yang marah-marah dan menolak cendholnya diborong oleh Pak Kiai Hamam Jakfar Pabelan karena “kalau semua Bapak beli, bagaimana nanti orang lain yang memerlukannya?” Ilmunya penjual jagung asal Madura di Malang tahun 1976 saya pakai sampai tua. Saya butuh 40 batang jagung bakar untuk teman-teman seusai pentas teater, tapi uang saya kurang, hanya cukup untuk bayar 25, sehingga harga perbatang saya tawar.Dia bertahan dengan harganya, tapi tetap memberi saya 40 jagung. “Lho, uang saya tidak cukup, Pak” “Bawa saja jagungnya, asal harganya tetap” “Berarti saya hutang?” “Ndaaak. Kekurangannya itu tabungan amal jariyah saya”. Doooh adoooh…! Tompes ako tak’iye!

Di pasar Khan Khalili semacam Tenabang-nya Cairo saya masuk sebuah toko kemudian satu jam lebih pemiliknya hilang entah ke mana, jadi saya jaga tokonya.Ketika datang saya protes: “Keeif Inta ya Akh…ke mane aje? Kalau saya ambilin barang-barang Inta terus saya ngacir pigimane dong….” Lelaki tua mancung itu senyum-senyum saja sambil nyeletuk:“Kalau mau curi barang saya ya curi saja, bukan urusan saya, itu urusan Ente sama Tuhan….”

Sungguh manusia adalah ahsanu taqwim, sebaik-baik ciptaan Allah, master-piece.Orang-orang besar bertebaran di seluruh muka bumi.Makhluk-makhluk agung menghampar di jalan-jalan, pasar, gang-gang kampung, pelosok-pelosok dusun dan di mana-manapun.

Bakso Khalifatullah, bahasa Jawanya: bakso-nya Pak Patul, terasa lebih sedap karena kandungan keagungan. Itu baru tukang bakso, belum anggota DPR. Itu baru penjual cendhol, belum Menteri dan Dirjen Irjen Sekjen. Itu baru pemilik toko kelontong, belum Gubernur Bupati Walikota tokoh-tokoh Parpol.Itu baru penjual jagung bakar, belum Kiai dan Ulama.



Baca Selengkapnya ...

Sunday, September 5, 2010

Mengenang Yu Yuan





Gadis kecil duduk meringkuk kedinginan.

Ingatannya berputar – putar seperti slide show yang diputar berulang – ulang pada episode sore itu di sebuah ruangan putih besar, berderet rancang – ranjang besi, diatasnya terbaring orang – orang dengan wajah lemah tak berdaya.

Selang plastik menggantung diatas menyalurkan tetes – tetes bening dari botol infus ke jarum tajam menghujam di lengan, meninggalkan bekas tusukan – tusukan menyakitkan.

Ayahnya duduk diatas ranjang membelai sayang rambutnya yang kusam, seminggu tak keramas. Tangan satunya menggenggam tangan gadis kecil lemah tak berdaya terkulai diatas ranjang.

“Sakit nduk?”

Yang ditanya hanya menggeleng pelan sambil menyunggingkan senyum menunjukkan deretan mungil berwarna putih pucat, berharap sang ayah percaya bahwa ia tak merasakan sakit sedikitpun. Namun senyumnya malah membuat sejumput air tumpah dari mata sang ayah.


“Ayah, akan berusaha lebih giat agak kamu mendapatkan pengobatan terbaik” ucapnya dengan penekanan

“Ayah, Yuan sudah tidak sakit lagi”

“Kita pulang saja”

Sang ayah menggeleng tanda tidak setuju atas permintaan sang anak.

“Kamu boleh pulang kalau kamu sudah sembuh, ayah sedang berusaha nak”

“Ayah, jangan berkorban untuk ku,aku hanya anak yang kau pungut di tepi jalan, aku tidak berharga, orang tuaku saja tak menginginkan ku” pinta gadis kecil itu pada sang ayah.

Tentu saja permintaan itu tidak diiyakan oleh sang ayah.

“Siapa yang bilang kau tidak berharga anak ku sayang, kau anak yang baik, penurut pintar”

“Bukan kah kau ingin jadi dokter?”

“Jadi kau harus sembuh”

“Tapi Ayah...” gadis kecil itu tak bisa melanjutkan kalimatnya, sebuah cairang hangat keluar dari hidungnya. Merah pekat.

Sang ayah sigap mengambil tisyu gulung diatas meja dan membersihkan aliran darah yang keluar dari hidung putri kecilnya.

‘Tuhan, ia hanya gadis kecil yang baru berumur 8 tahun, mengapa ia harus mengalami penderitaan seberat ini’ gumannya dalam hati.

Gadis kecil duduk meringkuk diantara tumpukan kardus .

‘Ayah aku ingin mati’

Malam itu didalam kamarnya ia mendekap hidungnya yang terus mengeluarkan darah, dibalik tembok ia mendengar Istri ayahnya sedang marah.

“Apa lagi yang mau kau jual?”

“Televisi, Kulkas, perabot rumah sudah habis”

“Perhiasan ku pun menjadi korban anak pungutmu itu”

“Apa kau ingin menjual ku juga, hah?” wanita itu duduk membelakangi laki – laki berkemeja kotak kotak yang sedang menggenggam sebuah buku kecil tipis berwarna biru. Angka terakhir menunjukkan Rp. 52.399,-

“Astaghfirullah Bu, nyebut, Istighfar”

“Jangan keras – keras, Anak kita ada dikamar sebelah” kata laki – laki itu lirih, berharap sang gadis yang dimaksud sudah tidur.

“Biar dia dengar semua, biar dia tau kalau penyekit sialan itu sudah membuat kita miskin, tak punya apa – apa”

“Biar dia tahu diri, biar dia pergi minta duit sama orang tua kandungnya”

Di ruangan yang hanya terhalang tembok, gadis itu menangis dalam diam, cairan merah pekat itu tak jua berhenti mengalir, berlomba keluar dengan iar matanya. Ia tertidur dalam kesakitan.

Istri ayahnya mebawanya pulang setelah membayar biaya pengobatannya dengan uang pinjaman. Meskipun dokter malarangnya pulang.

Ia tak keberatan pulang, ia memilih menuruti kata – kata istri ayahnya. Ia tak ingin menjadi beban untuk ayahnya, sakit yang ia rasakan menjadi semakin sakit katika melihat wajah segar ayahnya dulu kini berubah menjadi kurustak terurus. Ia tak ingin ayahnya benar- benar ditinggalkan istrinya karena dia.

Gadis kecil itu tak lagi duduk meringkuk, melainkan sudah terkapar tak berdaya diatas tumpukan kardus.

Sang ayah kebingungan berlari kesana kemari mencari anaknya dibawah titik – titik air yang turun semakin deras.

Selembar photo didalam plastik bening ia tunjukan pada setiap orang yang ia temui, berharap mereka tahu keberadaan gadis kecil yang tersenyum lebar dalam photo. Dibalik photo iku tertulis sebuah pesan.


“Ayah, jangan kuatir aku akan baik – baik saja,
Ayah, maafin aku yang buat ayah sedih,
Aku tidak mau melihat ayah sedih lagi,
Ayah...
Aku sayang sama ayah”


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Mengenang Yu Yuan
Aku pernah datang dan aku sangat penurut”



Suci
Wonoayu, 6 Septembar 2010 11.17

Baca Selengkapnya ...

Thursday, September 2, 2010

INGIN KU...



“Aku ingin mencintaimu dalam diam seperti cintanya Ali pada Fatimah dan cintanya Fatimah kepada Ali”

Aih...........

Ungkapan diatas membuatku melayang ke masa yang masih tertutup tabir. Kemana cinta ku akan ku labuhkan. ^_^

Aku ingin dicintai seperti Muhammad mencintai Khadijah, aku ingin dicintai selayaknya Ali mencintai Fatimah. Cinta yang tak terbagi. Egois yap? Masa bodo namanya juga ingin.


Tapi keinginan itu membuatku menatap diri ku, apakah aku sehangat Khadijah yang Muhammad merasa nyaman berada didekatnya. Apakah aku setangguh Fatimah hingga Ali begitu setia padanya?

Tidak sama sekali, aku tak sehangat khadijah ataupun setangguh fatimah. Tapi inilah aku, hanya seorang wanita biasa yang hidup dengan biasa, tak ada yang luar biasa pada diriku.

Kadang hal itu membuatku berfikir, apa ada keistimewaan pada diriku hingga berani menginginkan cinta seperti Muhammad dan Ali?

Tidak ada, kutegaskan lagi, tidak ada yang istimewa pada diriku, tidak ada yang luar biasa di dalam diri ini. Hanya seorang perempuan biasa, tidak lebih.

Tapi...

Kalau hanya ingin boleh dunk, toh hanya ingin. ^_^

Aku sendiri juga ga tau, apa cinta seperti itu yang ku butuhkan, karena apa yang indah dimata ku belum tentu baik untuk ku, sebaliknya apa yang terlihat tidak menyenangkan belum tentu tidak menggembirakan ku.

Dia lah Yang Maha Mengetahui apa yang dibutuhkan makhluk-Nya, termasuk apa yang baik untuk ku.

Aku hanya berharap yang terbaik, dan berusaha memperbaiki diri. Tentu tak lupa menyerahkan semua urusan ini pada Nya Sang Pembolak – Balik hati. Bukan begitu? ^_^

Semoga tabir ini segera terbuka. Amien....

^_^



Suci

Wonoayu, 3 September 2010 11.41

Baca Selengkapnya ...

DIAM




“Aku ingin mencintaimu dalam diam seperti cintanya Ali pada Fatimah dan cintanya Fatimah kepada Ali”

Sebuah ungkapan yang indah.

Mengingatkan aku pada seseorang, ia pernah berkata padaku

“Belajarlah berkomunikasi”


Ia mengatakan hal itu karena aku kerap kali diam, ketika ditelphone, dalam ym ketika ia menyapa ku bahkan bila kami bertemu.

Sampai akhirnya (mungkin) ia sudah berhenti berusaha membuatku berbicara, mengatakan apa yang ada dikepalaku.

Diam, adalah salah satu pilihan dalam hidup ku, ketika aku marah, atau ketika memang tak ada yang perlu dikatakan. Ada kalanya begitu banyak yang ingin diungkapkan, namun akan lebih baik bila hal itu tak perlu diungkapkan.

Ya, memang banyak hal yang bila diungkapkan hanya akan membawa luka, menjadi hal yang sia – sia.

Maka biarkan aku tetap dalam pilihan ku. DIAM.

Dan inilah caraku berkomunikasi, dengan ini ku harap tak banyak yang akan tersakiti oleh lidah tajam ini, dan semakin berkurang kesia-siaan yang keluar dari mulut ini.


Maka, berkatalah yang baik atau DIAM.


Suci

Wonoayu, 3 September 2010 10.51

Baca Selengkapnya ...

Wednesday, September 1, 2010

BARU



Ramdhan masih seminggu lagi, artinya Ramdhan karim segera pergi. Sesak dan sesal menyelimuti. Namun aroma Idul Fitri seolah telah sampai di ujung hidung. Hiruk pikuk persiapan lebaran mendadak mengaburkan sendu yang menyeruak kehilangan Ramadhan.

Godaan terbesar menjelang akhir Ramadhan. Malam - malam yang harusnya sibuk bermunajat menanti Lailatul Qadar dihabiskan dengan beramai - ramai mengunjungi tempat - tempat belanja, departement store dan mall - mall yang menyuguhkan mid night sale.


Iktikaf pun kini beralih lokasi, mall. Merdunya suara Qori' melantunkan ayat - ayat Al Quran terdengar lirih ditelinga dibandingkan dengan para pemilik toko yang menyerukan pesta diskon besar - besaran menyihir langkah - langkah kaki mendatanginya.

Akankah Ramadhan ini akan diakhiri dengan pesta serba baru?

Bukan hati dan semangat baru, namun baju baru, kerudung baru, sepatu baru, sandal baru, mukena baru, baju koko baru, peci baru, sarung baru. TAMPILAN BARU.

Hanya itu kah?

Perih, disaat Ramadhan kita belajar merasakan perihnya lapar saudara kita yang kekurangan, diakhiri dengan mencemooh mereka dengan TAMPILAN serba BARU yang notabene sulit mereka dapatkan.

Ramadhan, Jangan tinggalkan aku dalam keBARUan yang semu.



Suci

Wonoayu, 2 September 2009 11.29

Baca Selengkapnya ...

Friday, August 6, 2010

[Diary Kenangan] Jilbab Pertama Ku


7 Juli 2003

Hari ini untuk pertama kalinya aku menggunakan seragam sekolah kebanggan kami dengan cara yang berbeda

Gugup, aku agak kuatir dengan reaksi teman – teman yang akan kutemui nanti, aku takut mereka mencibir.

Memakai pakaian ini serasa memanggul beban berat di pundakku, aku takut setiap gerak gerik ku akan berpengaruh pada reputasi muslimah kebanyakan, aku yang ceroboh, yang tak bisa diam. Semoga mereka dapat berfikir dengan bijak bahwa kalau aku belum bisa bersikap baik karena ini aku. Tidak semua muslimah seperti aku.

Namun ketakutan ku tak menyurutkan niat ku tuk melanjutkan langkah ku berbaju muslimah, menutup aurat. Alhamdulillah.

Setelah mematut diri didepan cermin, ku kembangkan senyum kubalikkan badan memandang satu persatu teman – teman sekamar ku. Senyum mereka memberi kekuatan tambahan untuk menjalani hari tanpa beban. Terima kasih.


Selain hari pertama mengenakan jilbab, hari ini adalah hari pertama aku menjadi siswa kelas empat salah satu sekolah menengah kejuruan, kelas empat? Agak aneh ya, di sekolah ku ada ekstra 6 bulan untuk melakukan Praktek Kerja Lapangan di industri yang lebih dikenal dengan sebutan On The Job Training, dan diakhir semester akan ditutup dengan sidang tugas akhir sama persis dengan skripsi untuk mendapat gelar sarjana.

Karena lokasi OJT yang cukup jauh dengan rumah, aku bersama ke empat teman yang lain memilih ngekos didekat tempat OJT. Dan hari ini hari pertama aku menginjakkan kaki diperusahaan perkapalan terbesar di Indonesia bahkan dengar dengar ini adalah galangan kapal trebesar seasia tenggara.

Aku kaget, hampir tak percaya pada sambutan teman – teman yang ku temui di tempat OJT saat kami semua dikumpulkan di depan halaman diklat PT. PAL. Teman – teman yang sudah terlebih dahulu mengenakan hijab menyambutku dengan pelukan hangat yang menenangkan, begitu pula ucapan selamat dari yang lain.

Teman – teman pria pun menatap ku dengan wajah sumringah, celetukan celetukan mereka menjadi dukungan yang berarti untuk ku.

Kilasan – kilasan kenangan masa lalu kerap hadir mengingatkan ku akan arti indahnya ukhuwah, meskipun hanya secuil senyum yang tulus, itu berarti dukungan yang besar. Pelukan hangat dari saudara dapat menenangkan hati yang gelisah.


Terima kasih teman telah memberi warna dalam hidup ku. Menguatkan ku dalam langkah ku.

Suci
Wonoayu, 6 Agustus 2010 15.14
Di sela sela menunggu tamu kantor yang tak kunjung datang, apa ditinggal pulang aja ya…
^_^

Baca Selengkapnya ...

Friday, July 23, 2010

Kenapa orang yang Idiot kaya, saya tidak?


Kenapa orang yang Idiot kaya, saya tidak?
“Orang pintar membuat sesuatu yang sederhana menjadi rumit, orang idiot membuat sesuatu yang rumit menjadi sederhana.”
Gitu aja kok repot!
Kalimat ini sering terlontar oleh salah satu mantan presiden kita. Awalnya saya mengira kalimat ini tidak memiliki makna apa pun. Tapi coba simak dulu cerita berikut ini:

Sebuah perusahaan sabun ternama sedang melakukan rapat evaluasi tahunan. Dalam rapat ini, semua karyawan baik dari jabatan tertinggi sampai seorang satpam boleh mengajukan ide dalam rapat ini. Kasus yang diangkat dalam rapat kali ini adalah mengenai komplain yang dilakukan oleh kebanyakan konsumen. Salah satu masalah yang seriang dialami konsumen adalah sering didapati kotak sabun yang tidak ada isinya atau kosong. Banyak konsumen yang merasa tertipu saat membeli sabun dalam jumlah banyak. Dari 10 kotak sabun, paling tidak ada 1 kotak sabun yang ternyata kosong. Kesalahan ini merupakan kesalahan yang tidak dapat dihindari, terutama karena mesin produksi sabun yang sudah kuno.



Rapat segera dimulai. Pemimpin perusahaan sabun tersebut melemparkan masalah ini ke dalam rapat dan meminta masukan dari setiap karyawan. Siapa saja yang dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah ini akan mendapatkan kenaikan gaji sampai 3 kali lipat. Anda pun boleh ikut berpikir dan memberikan solusi. Seorang supervisor mengacungkan tangannya dan berkata, “Saya punya solusinya! Kita harus membeli mesin baru dari Jepang seharga Rp 10 milyar!” Melihat harga mesin yang begitu mahal, seorang manajer segera mengacungkan tangan dan berkata, “Saya punya solusi yang lebih baik! Kita bisa membeli mesin baru yang lebih murah dari Jerman seharga Rp 1 milyar!” Melihat harga yang begitu mahal, seorang direktur juga mengacungkan tangannya dan berkata, “Bagaimana kalau kita beli mesin bajakan dari China saja seharga Rp 100juta!” Melihat harga yang sangat murah, sang pemimpin perusahaan menyetujui solusi untuk membeli mesin dari China.

Tidak lama setelah keputusan rapat diambil, seorang office boy memberanikan diri untuk mengacungkan tangannya. “Saya punya solusi yang lebih baik! Bagaimana kalau kita membeli mesin dari Indonesia seharga Rp 250rb!” teriak Office Boy dengan lantang. Mendengar pernyataan konyol dari Office Boy ini, seluruh peserta rapat seketika tertawa terbahak-bahak. Namun pemimpin perusahaan mencoba untuk memberinya kesempatan dengan memberikan sejumlah uang tunai sebesar Rp 250rb.

Dua jam kemudian sang Office Boy kembali dengan membawa mesin yang ia beli dengan harga Rp 200rb (lebih murah Rp50rb dari yang dijanjikan). Dengan langkah mantap ia segera memasang mesin yang ia beli di depan kumpulan kotak sabun. Hasilnya luar biasa! Dengan mesin baru ini, semua kotak dipastikan terisi oleh sabun. Seluruh peserta rapat tercengang ketika melihat mesin yang dibeli oleh Office Boy ini adalah KIPAS ANGIN. Dengan kipas angin ini, semua kotak sabun yang kosong akan terbang ditiup angin dan menyisakan kotak sabun yang sudah terisi. Dengan alat sederhana ini, tidak ada lagi komplain mengenai kotak sabun yang kosong. Dengan hasil ini, Office Boy dengan lantang dan percaya diri berkata, “Gitu aja kok repot!”



“Orang pintar membuat sesuatu yang sederhana menjadi rumit, orang idiot membuat sesuatu yang rumit menjadi sederhana.” Terkadang kepintaran yang kita miliki membuat kita berpikir terlalu kompleks. Kesederhanaan dalam berpikir sering kali membuat orang idiot lebih sering menangkap peluang dibanding dengan orang pintar. Saya tidak mengajak Anda untuk menjadi orang idiot, saya ingin mengajak Anda untuk memiliki sebuah kebiasaan baru. Apa pun masalah yang akan Anda hadapi di masa yang akan datang, berpikirlah sederhana dan katakan dengan lantang, “Gitu aja kok repot!”

Profesor dan nelayan

Suatu minggu, seorang profesor pergi untuk melakukan penelitian di sebuah pedalaman. Sulitnya medan perjalanan memaksa profesor ini untuk menempuh jalur lain yaitu sebuah sungai. Tanpa berpikir panjang sang profesor segera mencari seorang nelayan untuk menyeberangi sungai tersebut.

Selama perjalanan di atas kapal sang profesor bertanya kepada sang nelayan, “Apakah Bapak pernah belajar biologi?” Dengan polos sang nelayan menjawab, “Apa itu biologi? Makanan ikan ya?” Dengan nada menggurui sang profesor menjawab, “Masak Anda tidak tahu apa itu biologi? Itu artinya Anda sudah kehilangan 20 persen dari bagian hidup Anda!” Beberapa menit kemudian sang profesor kembali bertanya, “Apakah Bapak tahu apa itu fisika?” Dengan nada minder sang nelayan menjawab, “Yang pasti bukan makanan ikan kan?” Dengan nada yang meremehkan sang profesor menjawab, “Ck ck ck…, Anda sama saja sudah kehilangan 50 persen dari bagian hidup Anda!” Selang beberapa waktu sang professor kembali bertanya, “Kalau Anda tidak tahu apa itu biologi dan fisika, tentu Anda tahu tentang geografi, bukan?” Sang nelayan menjawab, “Saya memang idiot, saya pun tidak tahu apa itu geografi.” Dengan tertawa terbahak-bahak sang professor berkata, “Anda betul-betul kehilangan 80 persen dari bagian hidup Anda!”

Sesaat sebelum sang professor memberikan pertanyaan keempat, arus sungai mendadak berubah menjadi deras. Derasnya arus membuat kapal bergoyang dengan sangat keras. Sang professor tidak dapat menguasai keseimbangan dan terjatuh ke dalam sungai. Dengan panic sang professor berteriak, “LONTONG! Eh TOLOOONNGG!” Dalam keadaan panic sang nelayan bertanya, “Anda tidak bisa berenang?” Dalam keadaan timbul tenggelam sang professor menjawab, “Saya tidak bisa berenang!!” Dengan berani nelayan menjawab, “Kalau begitu Anda sudah kehilangan 100 persen dari bagian hidup Anda!”

Cerita ini mungkin hanyalah cerita fiksi belaka, namun inilah yang sering kali terjadi dalam kehidupan nyata. Seorang yang sangat pintar belum tentu bisa menggunakan pengetahuannya untuk bertahan hidup. Pengetahuan adalah kekuatan sampai Anda menggunakannya.

“KNOWLEDGE IS NOTHING, APPLYING WHAT YOU KNOW IS EVERYTHING.”

Reuni SMA

Juara 1 lomba lari marathon, mendapatkan nilai 9 pada mata pelajaran Olahraga, mendapatkan nilai 8 pada mata pelajaran Agama, itulah “sebagian” dari prestasi saya. Orang-orang kagum melihat “sebagian” dari prestasi yang saya miliki. Tapi itu hanya sebagian, sisanya? Nilai 4 untuk mata pelajaran Matematika, nilai 4 untuk mata pelajaran Kimia, nilai 5 untuk mata pelajaran Sejarah, dan nilai 5 untuk mata pelajaran Komputer. Bagi anda yang memiliki nasib yang serupa dengan saya, tenang saja karena ini barulah permulaan!

Saya tidak sendirian dalam persaingan memperebutkan nilai terburuk di sekolah, ada sekitar 5 teman yang tidak kalah idiotnya dibanding saya. Mereka lebih senang bermain dibandingkan belajar. Suatu ketika seorang guru Fisika memarahi salah satu teman idiot saya dan berkata, “Kalau otak dan kepalamu bisa dibuka, pasti isinya kosong!” Saya dan teman idiot saya tidak akan pernah bisa melupakan kata-kata itu.

Seiring berjalannya waktu, kamipun beranjak dewasa dan memiliki kesibukan masing-masing. Setelah cukup lama tidak bertemu dengan teman-teman SMA, kami dipertemukan kembali dalam sebuah reuni. Dari reuni inilah saya melihat sebuah kenyataan yang sangat ironis. Teman-teman idiot saya telah berubah menjadi orang yang sangat sukses. Mereka memiliki bisnis sendiri dan penghasilan yang besar. Teman idiot saya juga telah membeli sebuah rumah dan mobil pribadi di usia 20 tahun. Sebaliknya beberapa teman saya yang terbilang cukup pintar dan berprestasi, mereka lebih memilih rasa aman dan menggantungkan masa depan mereka sebagai karyawan. Mereka tidak lebih sukses dibanding dengan teman idiot saya. Mungkin Anda bertanya “Kenapa orang yang idiot kaya, sementara saya tidak?” Teruslah membaca!

5 Perbedaan orang pintar dan orang idiot

1. Orang pintar menyukai kepastian, orang idiot menyukai ketidakpastian.
2. Orang pintar terlalu serius, orang idiot suka bersenang-senang.
3. Orang pintar tahu, orang idiot tidak tahu.
4. Orang pintar senang menjadi pengamat sejarah, orang idiot senang menjadi pelaku sejarah.
5. Orang pintar cepat tersinggung dan tidak mengakui kesalahan, orang idiot pemaaf dan mengakui kesalahan.

Orang pintar menyukai kepastian, orang idiot menyukai ketidakpastian

Sebagian besar orang-orang terkaya di dunia tidak menyelesaikan bangku kuliahnya. Mereka adalah orang-orang idiot yang mempekerjakan orang-orang pintar. Murid dengan nilai A akan bekerja untuk murid dengan nilai B, murid dengan nilai C akan mengelola bisnis, dan murid dengan nilai D akan memiliki gedung dengan nama mereka sendiri. Murid dengan nilai A menyukai kepastian, sementara murid dengan nilai D menyukai ketidakpastian.

Kepastian terkait dengan rasa aman. Orang pintar belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan kepastian. Dengan nilai yang tinggi, mereka merasa lebih pasti dalam melangkah ke masa depan. Mereka lebih senang menjadi karyawan dan mendapatkan kepastian penghasilan berupa gaji tetap. Mereka senang membeli asuransi untuk mendapatkan kepastian, mereka senang menabung untuk mendapatkan kepastian, dan mereka senang membuat rencana untuk mendapatkan kepastian. Orang pintar tidak menyukai bisnis, karena segala sesuatunya penuh dengan ketidakpastian.

“Segala sesuatu yang pasti, hasilnya pasti kecil, tetapi segala sesuatu yang tidak pasti, hasilnya tidak pasti besar.”

Berbeda dengan orang pintar, orang idiot suka dengan ketidakpastian. Mereka membenci rutinitas dan sangat menyukai tantangan baru. Mereka senang dan bersemangat dalam mengambil risiko. Tidak semua risiko yang mereka ambil berujung pada kesuksesan, mereka juga sering menemui kegagalan. Namun mereka menikmati kegagalan sebagai proses pembelajaran. Mereka lebih senang membangun bisnis mereka sendiri. Fakta mengatakan bahwa 70% orang terkaya di dunia adalah pengusaha yang membangun bisnis mereka sendiri. Inilah yang menyebabkan kenapa orang yang idiot kaya, sementara orang yang pintar masih bekerja dan menjadikan atasannya kaya raya.

Orang pintar terlalu serius, orang idiot suka bersenang-senang

Orang pintar selalu berpikir bahwa bekerja keras adalah syarat mutlak untuk mencapai kekayaan financial. Mereka termasuk golongan 7P. Anda masih ingat golongan 7P? Mereka Pergi Pagi Pulang Petang Penghasilan Pas-Pasan. Mereka terlalu serius dan jarang bersenang-senang.

Berbeda dengan orang pintar, orang idiot percaya bahwa kreativitas adalah syarat mutlak untuk mencapai kekayaan financial. Kreativitas tidak muncul pada saat kita sedang tegang dan serius, kreativitas muncul pada saat kita sedang bersantai dan bersenang-senang. Cari waktu luang, matikan semua telepon, pergilah ke tempat favorit Anda, ajak teman-teman terbaik Anda, dan bersenang-senanglah!

Orang pintar tahu, orang idiot tidak tahu

Kenapa idiot kaya dan saya tidak? Karena orang pintar tahu cara menghitung, tahu cara mengukur, dan tahu cara memprediksi segala sesuatu. Karena mereka tahu cara menghitung, mengukur, dan memprediksi, maka mereka tahu bahwa yang akan mereka kerjakan sangat berisiko. Karena mereka tahu apa yang akan mereka kerjakan sangat berisiko, mereka memilih untuk tidak mengambil risiko tersebut.

Sebaliknya, karena orang idiot tidak tahu cara menghitung, mengukur, dan memprediksi, maka mereka tidak tahu bahwa yang akan mereka kerjakan sangat berisiko. Karena mereka tidak tahu apa yang akan mereka kerjakan sangat berisiko, mereka segera mengambil tindakan dan berhasil.

Orang pintar senang menjadi pengamat sejarah, orang idiot senang menjadi pelaku sejarah

Suatu hari saya sedang menonton pertandingan sepak bola bersama dengan teman-teman saya. Pertandingan berlangsung sangat sengit, dan yang sengit bukan hanya pertandingannya melainkan adu mulut yang terjadi antara pendukung kesebelasan.

Ada satu kejadian yang sedikit menggelitik hati saya. Pada detik-detik terakhir pertandingan, seorang pemain bernama David Beckham mendapatkan peluang emas untuk mencetak gol melalui tendangan pinalti. Namun ternyata David Beckham tidak memanfaatkan peluang emas tersebut dan gagal mencetak gol. Pada saat itu juga, kata-kata hinaan mulai terlontar dari mulut teman-teman saya, “Goblok! Cuma menang tampang doang! Idiot! Nenek-nenek bisa lebih baik dari itu!”

Kenapa kejadian tersebut cukup menggelitik saya? Coba Anda perhatikan dengan lebih jeli, walaupun David Beckham gagal mencetak gol dan mendapatkan banyak cercaan, David Beckham tetaplah pemain sepak bola terkenal dengan bayaran yang sangat tinggi. Cercaan orang-orang tidak membuatnya berhenti di gaji, sebaliknya orang-orang yang mencerca tidak mendapatkan apa pun selain tenggorokan yang kering akibat berteriak. Bagaimanapun juga, menjadi pemain jauh lebih menguntungkan daripada menjadi penonton. Menjadi pelaku sejarah jauh lebih menyenangkan dibanding menjadi pengamat sejarah.

Saat saya memberikan talkshow di salah satu radio di Jakarta dengan tema “Kiamat Finansial Dunia Tahun 2012”. Saya mendapatkan banyak kritik dan cercaan pedas dari para pendengar. Dan saya yakin mereka yang mengkritik saya dengan pedas adalah orang-orang yang sangat pintar. Mereka adalah orang-orang yang senang menjadi pengamat, bukan pelaku. Walaupun saya mendapatkan banyak sekali kritikan dalam talkshow tersebut, seminar “Kiamat Finansial Dunia tahun 2012” berlangsung dengan sangat sukses dan dihadiri lebih dari 500 orang. Lalu bagaimana dengan orang yang mengkritik saya dulu? Mereka tetap duduk di pinggir sana, mengamati, dan siap untuk memberikan kritik-kritik pedas berikutnya. Apa pilihan Anda, pengamat atau pelaku? Pengkritik atau yang dikritik?

Orang pintar cepat tersinggung dan tidak mengakui kesalahan, orang idiot pemaaf dan mengakui kesalahan



Saya percaya bahwa kata-kata saya dalam bab ini sedikit keras dan mungkin menyinggung perasaan Anda (terutama bagi Anda yang merupakan golongan pintar). Itu semua saya lakukan dengan satu tujuan agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Saya meyakini teguran keras yang membangun lebih baik dibanding dengan bujukan lembut yang menjatuhkan. Apabila ada perkataan saya yang tidak berkenan, dari lubuk hati yang paling dalam saya minta maaf.

Mohon tidak menggeneralisasikan dan mengambil mentah-mentah apa yang saya sampaikan pada bab ini. Beberapa kalimat yang saya tulis merupakan bentuk kalimat kiasan untuk mendukung bab ini. Ingat tidak semua orang pintar miskin dan tidak semua orang idiot kaya.

Dari buku UNLIMITED WEALTH by BONG CHANDRA

Dari Milis SSR

Baca Selengkapnya ...