Thursday, July 2, 2009

Seni Ketika Marah




Oleh Yon's Revolta

Orang kuat itu bukan orang yang badannya besar dan kekar.
Orang kuat adalah orang yang bisa menahan amarahnya.

Bagi seorang muslim, tentu sudah akrab dengan kata-kata diatas. Siapapun kita, bisa belajar untuk menjadi orang yang kuat dengan mencoba untuk bisa menahan amarah setiap kali ada perasaan yang membuat kita jengkel atau kecewa. Menang, amarah itu manusiawi, kerap kita mengalaminya. Hanya saja, kita perlu mengelola dan mengendalikan amarah kita agar tidak terlalu membuncah. Mengapa..? karena dengan "hobi" marahnya kita, justru akan membuat citra yang buruk tentang diri kita. Mana ada pemarah menjadi idola, atau sosok yang menyenangkan. Dimana-mana seorang pemarah itu dibenci oleh orang-orang disekitarnya. Bahkan kerap dicap sebagai biangkerok dan pengacau.



Menyoal tentang marah,

Tadi siang saya punya pengalaman menyaksikan pemandangan itu.

Sewaktu saya akan pergi ke warnet, saya melewati sebuah rumah yang dijadikan tempat loundry pakaian. Tepatnya berdekatan dengan lapangan Grendeng Kampus Unsoed Purwokerto. Rumah yang depannya mengalir sungai kecil. Seorang perempuan mengendarai sepeda motor menuju rumah itu. Disana ada seorang lelaki yang hanya mengenakan celana kolor saja, sedang nongkrong didepan rumah. Saat perempuan itu sampai tepat di depan rumah, tiba-tiba lelaki itu melemparkan sandalnya. Hampir saja mengenai muka perempuan itu. Rupanya perempuan itu berhasil mengelak. Tapi perempuan itu hanya diam, lalu masuk rumah. Lelaki itu mengejar masuk dan membanting ember yang ada didepannya. Melihat pemandangan itu, saya hanya bisa mengelus dada dan bergumam pelan "astaghfirulllahaladhim".

Entah, apa masalah keduanya,
Yang pasti, melihat orang marah itu, sebuah pemandangan yang tak mengasyikkan.



Hemm, kok sampai begitu ya. Setiap orang mungkin pernah marah. Hanya saja model marahnya itu berbeda-beda. Ada yang meluapkan amarahnya dengan meledak-ledak, mengungkapkan kata-kata kasar sambil melempar dan membanting sesuatu, atau ada yang meluapkan amarahnya cukup dengan sikap diam saja.

Satu hal yang pasti, dalam ilmu kesehatan, marah itu bisa mengundang dan mudah terkena penyakit. Di dalam darah orang yang sedang marah terkandung banyak hormon adrenalin, hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal ini akan dilepaskan ke dalam darah ketika ada rangsangan emosi. Akibatnya adalah denyut jantung akan bertambah cepat dan tekanan darah meninggi, keadaan ini yang mengakibatkan penyakit mudah datang. Ini sedikit efek marah yang saya ketahui dari beberapa bacaan kesehatan.

Nah, untuk itulah, ketika terpaksa harus marah, gunakanlah seni.
Mainkan seninya agar kita terhindar dari efek yang negatif tersebut.

Saya sendiri pernah marah secara meledak-ledak. Tapi, menurut pengalaman saya, marah yang meledak-ledak itu kadang memang lebih banyak berdampak buruk. Bagi diri kita, dari sisi psikologis, tentu mempertaruhkan citra akan kepribadian yang jelek Bagi orang lain, jelas, ketika meluapkan amarah terlalu berlebihan, seringkali begitu menyakitkan bahkan berujung pada dendam. Kadang dendam ini juga menjadi awal bagi orang lain untuk melakukan pembalasan. Banyak kan kita baca disurat kabar atau berita televisi, ada orang yang melakukan pembunuhan atas dasar dendam karena pernah disakiti.

Makanya, kalau terpaksa marah, sekedarnya saja. Saya sendiri berusaha memilih diam ketika sedang marah kepada seseorang. Kalau ada teman yang saya diamkan, kadang bertanya sesuatu saya cuekin saja, itu tandanya saya sedang marah. Dan ternyata, ini seni marah yang jitu. Kadang teman saya pelan-pelan mengerti maksud sikap saya melakukan itu. Kalau diluapkan secara berlebih, kadang malah membuat suasana menjadi rumit, ribet dan panas. Ah, semoga saja kita semua bisa belajar mulai dari sekarang untuk bisa mengelola amarah agar bisa menjadi seorang muslim yang kuat.

1 comment:

Anonymous said...

manajemen marah itu susah ya?