Wednesday, February 11, 2009

Perempuan Berkalung Sorban


Tulisan ini disusun sebagai bahan “panduan” dalam tatanan pemikiran bagi siapa saja yang sudah maupun yang akan menonton film Perempuan Berkalung Sorban. Beberapa catatan yang saya maksud yaitu :

1. Kita harus menerima bahwa film ini memang menggambarkan realita yang ada di Indonesia mulai dari pemahaman maupun pelaksanaan hukum Islam serta perdebatan seputarnya sampai tradisi yang dibangun di pesantren tertentu


2. Film ini sekali lagi menjadi kampaye faham Liberalisme (kebebasan). Kembali diangkat isu-isu tentang ruang lingkup aktivitas perempuan. Antara peran domestik perempuan dan hak publiknya (luar rumah). Konsep pernikahan dimana laki-laki sebagai pemimpin kembali digugat. Melalui film ini sangat kental propaganda faham kesetaraan gender laki-laki dan perempuan, sampai hak pengajuan cerai tidak luput mendapatkan sorotan. Praktek poligami menjadi sasaran selanjutnya. Dengan menggambarkan praktek yang buruk dari laki-laki yang melaksanakan poligami melalui film ini kembali diopinikan bahwa dengan poligami perempuanlah yang menjadi korban. Sebuah kampanye khas aktivis perempuan liberal. Terakhir adalah gugatan terhadap institusi pesantren yang diopinikan sebagai sebuah lembaga yang zumud dan melestrarikan keterbelakangan pemikiran.

3. Kesalahan fatal dari visi film ini adalah mengkritisi fakta pada point 2 diatas dengan kacamata ideologi kebebasan. Film ini sungguh tidak bisa menjadi alat menilai bahwa ada yang salah dari pemikiran-pemikiran Islam. Kenapa ? karena sebenarnya khazanah pemikiran Islam yang sudah ada melalui karya para ulama yang terpercaya sudah menjawab dengan tuntas persoalan-persoalan yang “dipertanyakan” melalui film ini. Melalui film ini tidak ada upaya melakukan “studi literatur” terhadap literatur-literatur ulama yang terpercaya itu. Film ini justru menjadikan literatul-literatur liberal dan sosialis sebagai acuannya. Dengan jelas buku-buku Pramoedya Ananta Toer di perlihatkan sebagai ”kitab” yang menjadi jawaban ”kezumudan” pemahaman Islam yang ada.

4. Ditengah isu invasi militer Zionis Yahudi ke kawasan Gaza film ini menjadi bentuk invasi pada level pemikiran yang kembali dikeluarkan. Kalau Imam Syafi’i pernah mengharamkan non ulama untuk belajar ilmu filsafat, sebagai syafiiyah saya juga memberikan warning yang sangat kuat bagi siapa pun yang menonton film ini, jeratan pemikiran sesat yang coba diopinikan melalui film ini sangat halus dan bisa membuat kita tertarik membenarkan jika bangunan pemikiran Islam kita belum kokoh seperti menjulangnya gunung.

5. Disinilah arti pentingnya kita memiliki kesadaran idelogi Islam. Negeri ini memang belum dipilih untuk menjadi sasaran invasi militer. Tetapi sungguh, saat ini kita sudah berada di medan perang pada level pemikiran. Sahabat.,,. Sungguh telah saya sampaikan peringatan yang nyata ini. Ya Alloh sudah saya sampaikan, maka saksikanlah.

copas dari:http:/www.facebook.com/note.php?note_id=51039266970
Milis Kafemuslimah

5 comments:

Anonymous said...

Assalamu'alaykum...
kalo menurut hemat saya, kita gak perlu ngebahas hal yang debatable dalam film PBS, cukup kita lihat hal2 yang qot'i (pasti dan jelas) dalam film itu dan kita bandingkan dengan dalil yang qot'i juga. Yaitu (salah satunya)adegan rajam itu, sudah jelas dan tak ada khilafiyah/ perbedaan pendapat bahwa tata cara rajam tidaklah se-sadis itu. rajam harus melalui proses, tabayun/klarifikasi, menghadirkan saksi yang sah, dll.Nah dari situ saja sudah jelas secara qot'i film itu distortif terhadap islam. Hal inilah yang kemudian menjadikan film itu anarkisme psikologis, ahistoris, tidak akademis, dan kontraproduktif, kecuali untuk kepentingan komersial dan propaganda anti islam.Mungkin niat hanung itu baik, yaitu untuk mengkritisi pondok pesantren, tapi akan lebih bijak dia menggandeng ulama yang faham islam, tidak mengkonfrontasikan 2 faham secara kasar dan anarkis seperti itu, sehingga tidak kontraproduktif dan terkesan tidak elegan....

Anonymous said...

Assalamu'alaykum...
kalo menurut hemat saya, kita gak perlu ngebahas hal yang debatable dalam film PBS, cukup kita lihat hal2 yang qot'i (pasti dan jelas) dalam film itu dan kita bandingkan dengan dalil yang qot'i juga. Yaitu (salah satunya)adegan rajam itu, sudah jelas dan tak ada khilafiyah/ perbedaan pendapat bahwa tata cara rajam tidaklah se-sadis itu. rajam harus melalui proses, tabayun/klarifikasi, menghadirkan saksi yang sah, dll.Nah dari situ saja sudah jelas secara qot'i film itu distortif terhadap islam. Hal inilah yang kemudian menjadikan film itu anarkisme psikologis, ahistoris, tidak akademis, dan kontraproduktif, kecuali untuk kepentingan komersial dan propaganda anti islam.Mungkin niat hanung itu baik, yaitu untuk mengkritisi pondok pesantren, tapi akan lebih bijak dia menggandeng ulama yang faham islam, tidak mengkonfrontasikan 2 faham secara kasar dan anarkis seperti itu, sehingga menjadi kontraproduktif dan terkesan tidak elegan....hehe, nice blog coy!!! keep on blogging!!!

Anonymous said...

Salam kenal boleh gabung nih n juga mau nitip link saya Alumni SMKN PERKAPALAN angkatan IX, sekalian Addkan blog saya http://mbahsomo.co.cc

Anonymous said...

Jangan lupa gabung di furum perkapalan
pendaftaran masuk ke sini Daftar ke forum SMKN PERKAPALAN

lokasi forum : MASUK FORUM

(¯`·._.·[_mbahsomo_]·._.·´¯) said...

Jangan lupa gabung di furum perkapalan
pendaftaran masuk ke sini Daftar ke forum SMKN PERKAPALAN

lokasi forum : MASUK FORUM