Buku kedua dari trilogi “The Road To the Empire” ini masih berkisah tentang Pangeran Mongol Muslim pertama. Cerita bagaimana asal mula keislamannya ada pada buku pertama. Yang belum baca rekomended banget buat dibaca.
Setelah kemenangan atas perang melawan adik kandungnya Arghun Khan di Cekung Turpan, Akhirnya Takudar pangeran Kesatu Mongolia naik Tahta dengan gelar Takudar Muhammad Khan. Bukan hal yang mudah baginya memimpin Mongol dengan gelar keislamannya, banyak kalangan yang meremehkan. Bayang – bayang Arghun Khan yang memimpin Mongol dengan tangan besi kerap membuatnya dibanding – bandingkan dengannya.
Ia banyak membuat perubahan dalam kepemerintahan, ia juga berusaha mengubah pola kehidupan rakyatnya agar mulai memperhitungkan pertanian. Kedekatannya dengan utusan dari wilayah muslim pun menimbulkan kecemburuan suku – suku mongol. Ia dituding lebih suka berlama – lama dengan utusan muslim dan membaca kitab.
Keputusannya untuk membiarkan Arghun Khan tetap hidup pun dianggap sebagai bentuk kelemahannya, Ia tak dapat bertindak tegas. Ia kerap datang sendiri menemui saudaranya dipenjara Bayarkhuu, menolak usulan pejabat negara dan bangsawan agar Arghun Khan yang datang menemuinya dengan kawalan ketat. Tidak, Takudar tak ingin Arghun mendapat simpati dari orang – orang yang masih setia kepadanya.
Di Madrasah Babussalam Rasyiduddin sahabat Takudar putra dari syeh Jamaluddin mengiriman pesan singat kepada ssahabat – sahabatnya untuk berkunjung ke Syakhrisyabz. Sudah saatnya mereka mengunjungi sahabat mereka sang kaisar Mongolia, Kaisar Takudar Muhammad Khan. Sudah enam bulan lamanya ia tak bisa berkomunikasi dengan Kaisar.
Dilain pihak, orang – orang yang tidak suka akan kepemimpinan Takudar tengah menyusun rencana kudeta atas kaisar untuk membawa Arghun Khan kembali pada tahtanya. Han Shiang Janda mendiang Albuqa Khan panglima sekaligus tangan kanan Arghun khan dan mendiang ayah Arghun Kaisar Tuqluq Timur Khan manjadi orang dibalik rencana tersebut.
Dihari ketika kaisar pergi berburu, rencana pembunuhan kaisar pun dilaksanakan, namun Kaisar berhasil diselamatkan oleh prajurit Kasik, tentara elit pelindung Kaisar. Ceritapun kembali bergulir, Takudar berada dalam pelarian. Sungguh ironis, ia dudu dalam tahtanya hanya selama setahun.
Kedatangan Rasyiduddin dan kawan – kawannya ke Ulanbataar berakhir dengan kekecewaan, mereka diusir bahkan sebelum menginjakkan kaki di benteng perbatasan. Mendengar tentang apayang telah terjadi pada Takudar, Rasyiduddin menyusuri wilayah yang kira – kira akan dilalui Takudar dalam pelarian.
Namun dalam usaha pencariannya ia bertemu Tomorbataar bekas panglima kepercayaan Takudar yang kini membelot kepada Arghun Khan. Dalam buku pertama “The Road To The Empire” ketika Rasyiduddin ditawan dan disiksa Arghun Khan, aku menggumankan doa dalam hati, jangan mati, please jangan mati, Mbak Sinta jangan dimatiin Rasyiduddinnya. Kini saat – saat pertempurannya melawan Tomorbataar mata ku telah basah, rasanya sudah terbaca kisah selanjutnya.
Dibuku ini juga dikisahkan tentang perjalanan syeih Habiburrahman menemui syeikh Edebali, meskipun ia tak dapat menemui syeikh Edebali, Syeikh Habiburrahman mendapatkan pesan Syeikh Edebali yang ditujukan kepada para pemimpin. Setelah membaca puisi Syeikh Edebali mata Syeikh Habiburrahman basah mengingat selama ini Takudar memimpin Mongolia sendiri tanpa ada sahabat yang menemani. Kini ia ingin menghabiskan sisa hibupnya mendampingi Takudar sebagaimana Syeikh Edebai setia mendampingi Osman Ghazi pemimpin Anatolia dengan ilmu dan bashirahnya. Ia ingin segera menemui kaisar. Namun ia tidak sadar bahwa semua sudah terlambat. Tahta Mongolia sudah tidak berada dalam tangan Takudar.
Hari ini pasti tiba, harap cemas Taudar menanti sosok Sahabat seperjuangannya. Rasyiduddin.
Masih banyak yang ingin ditulis tapi mata ku sudah basah dan hidung ku pun mampet. Pandangan kabur oleh cairan bening yang tak dapat ku hentikan.
Tahta Awan, Sinta Yudisia. Menurut ku seperti buku – buku Mbak Sinta Yudisia sebelumnya (refer to Reinkarnasi dan Existere) kerap terasa lambat diawal membuat pembaca sedikit bosan diawal, namun tak ingin berhenti membaca karena penasaran dengan kisah selanjutnya. Banyak cerita diawal yang akhirnya kulewatkan demi memuaskan rasa ingin tahu. Namun kesan terlalu cepat berakhir ketika masuk ending novel tidak akan ditemui dalam kedua buku The Road To The Emire dan Tahta Awan. Kedua Novel ini terasa berhenti disaat yang tepat.
Rada kecewa dengan adanya Sneak Peak buku ketiga trilogi TRTTE, terlalu banyak Spoiler untuk ukuran Sneak Peak. Gara – gara Sneak Peak perasaan ingin segera membaca buku ketiga jadi kendor, semoga saja dalam buku ketiganya masih menyimpan misteri dan kejutan – kejutan yang tak disangka – sangka.
Overall buku ini tidak hanya rekomended untu dibaca namun juga didiskusikan, secara banyak sekali beredar novel – novel sejarah Islam namun ceritanya seolah menyudutkan Islam itu sendiri. Sempat berdiskusi dengan Mbak Sinta Yudisia dalam acara Launching FLP Sidoarjo Ramadhan kemarin tentang fenomena ini.
Dan setelah membaca TRTTE dan Tahta Awan rasanya ingin kembali menemukan novel sejarah Islam yang ditulis dengan jujur, tak ingin sakit hati seperti saat membaca “Taj Mahal” terulang lagi.
Suci
Ental Sewu 18 Sep. 11 23.26
Masih berusaha bernafas dengan hidung sebelah yang mampet
2 comments:
hiks... belum punya kedua-duanya...
oey, rekomended loh!!!
Post a Comment