Monday, January 4, 2010

BINGKISAN UNTUK PARA DOKTER



Karena Islam agama yang syâmil mutakâmil, merambah seluruh sisi kehidupan, tidak sedikit ulama Islam juga seorang dokter. Dulu, tercatat Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu Rusyd, Ibn Al-Nafis, Ibnu Sina, dan lainnya. Yang Paling Masyhur adalah Ibnu Sina dengan Al-Qanun fi Al-Tibbnya (Canon of Medicine) yang kini masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa. Begitu juga dengan Ibn Rusyd dengan Al-Kulliyat fi Al-Tbbnya (Colliyet). Mereka adalah para ulama, mereka juga para dokter. Itu dulu. Sekarang, di Mesir, saya menemukan fenomena dokter Muslim masa kini. Pertama, dari segi tempat kerja, rumah sakit di Mesir banyak yang terletak langsung di samping masjid atau bagian dari masjid.

Kedua, dari sosok dokternya, ada yang dia juga seorang ulama, imam 30 juz tarawih Radamadan, Qari Al-Quran, hingga penggerak gerakan Islam melawan Zionis-Yahudi.
Kisah awalnya, saya suka mengkaji isu hangat kondisi negara-negara dunia Islam, sebagai salah satu bentuk kepedulian sesama Muslim. Setelah membaca banyak analisa para analis Timur Tengah, saya menemukan setiap analisa Dr. Raghib Al-Sirjani lebih mengalir, runut, padat, tajam, solutif, dan aplikatif.

Selain analis dunia Islam, Dr. Raghib juga ahli sejarah. Di bidang dakwah, pada tahun 2007, beliau meraih juara pertama pada lomba internasional menulis buku Rasul Sang Penyayang. Di tahun 2009, beliau meraih Nobel Mubarak bidang Dirasah Islamiah (Penelitian Keislaman) dengan bukunya “Mazâ Qaddamal Muslimûna lil ‘Alam” (Apa yang Telah Diberikan Umat Islam untuk Dunia). Setelah beberapa lama berhubungan dengan karya-karya beliau yang tertulis maupun orasinya, saya tertegun mengetahui profilnya lebih dekat, ternyata Dr. Raghib juga seorang dokter spesialis profesional.

Ketika kondisi Palestina carut-marut dililit gurita konspirasi Zionis Yahudi, saya sempat mengkaji sosok tokoh yang tak asing lagi di taman syuhada Palestina. Tokoh yang memenuhi janjinya pada Allah. Ketika ditanya tentang tantangan, dengan bahasa Inggris yang fasih beliau menjawab, yang artinya, "Jika aku harus memilih antara mati dengan serangan jantung atau serangan Apache, maka aku lebih memilih mati luluh lantak diserang Apache." Dan benar, pemimpin Hamas pengganti Syekh Ahmad Yasin ini akhirnya syahid dengan hantaman rudal Apache. Ialah Al-Syahid Abdul Aziz Al-Rantisi. Yang membuat saya tertegun, ternyata beliau adalah juga seorang dokter dari Palestina yang menyelesaikan Masternya di Universitas Kedokteran Alexandria, Mesir.

Kita beranjak ke bulan Ramadan di Mesir. Ketika di Mesir setiap orang bisa mencari masjid idamannya di bulan Ramadan, untuk shalat Tarawih di belakang imam idaman yang tersebar di banyak masjid, ada satu masjid yang dulu termasuk diincar oleh Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir). Namanya masjid Hasan di Tsamin, Kairo. Yang membuat masjid ini meraup banyak jamaah dari orang Mesir hingga Masisir adalah imamnya yang bernama dr. Khalid Abou Syadi. Imam satu Juz setiap shalat Tarawih dalam 8 rakaat, sehingga di akhir Ramadan genap 30 Juz berjamaah. Beliau menghayati bacaan dan suara beliau melantun indah. Irama bacaan yang tidak dibuat-buat, tapi terpancar dari makna. Saya semakin kagum pada sang imam setelah menyelami karya-karya tulisnya yang menyentuh hati dan menggerakkan. Salah satu bukunya yang mendapat sambutan hangat berjudul, "Al-Shafaqât Al-Râbihah, Kaifa Tahjiz Maq‘adan fil Jannah" (Transasksi Menguntungkan, Bagaimana Anda Memesan Sebuah Kursi di Surga). Masih banyak buku beliau lainnya, yang sebagiannya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setelah banyak berinteraksi dengan karya beliau, yang membuat saya lagi-lagi tertegun adalah, ternyata beliau juga seorang dokter.

Memasuki Ramadan yang lalu (1430 H), saya menghadiri Rukyah Hilal yang diadakan setiap tahunnya oleh pemerintah Mesir, mengundang Mufti Negara Mesir, Syekh Al-Azhar, Wizarah Auqah, dan berbagai pihak lainnya. Acara besar yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun TV Arab. Acara pun dibuka oleh seorang Qari Mesir yang sangat terkenal, bernama Syekh Nuaina'. Suara beliau melantun begitu indah dan menyibak makna. Sambil menyimak bacaan beliau yang sesekali membuat merinding, ada teman yang nyeletuk, "Syekh itu juga seorang dokter." Subhanallâh...

Masih banyak lagi dokter Mesir yang juga merupakan dai dan turut berkontribusi bagi umat Islam. Sebut saja dokter bernama dr. Zaghlul Al-Najar. Beliau termasuk terkenal di kalangan Masisir. I’jâzul Ilmi dalam Al-Quran secara ilmiah karangan beliau mewarnai perpustakaan Islam. Baru-baru ini, buku terbaru dari beliau terbit. Judulnya, "Risalati ilal Ummah" (Risalahku untuk Umat Islam). Dari sekian banyak buku keislaman karangan beliau, bisa dikatakan buku ini merupakan kesimpulan solusi dari pengamatan beliau, yang mencakup seluruh sisi kehidupan, mulai dari Al-Quran, manajemen negara, hingga umat Islam dan teknologi.

Para tokoh yang tertulis di atas merupakan barisan dokter yang benar-benar memahami bahwa tugas utama di dunia tidak hanya mengobati orang sakit, tapi tugas utama tetap beribadah secara total kepada Allah, sehingga perintah Allah untuk berdakwah, memegang teguh Al-Quran dengan menghafalnya secara utuh, dan sebagainya mereka jalani dengan sungguh-sungguh sebagai seorang hama Allah. Dan mereka sukses.




Tugas sebagai dokter juga mereka jalani sebagai bentuk ibadah pada Allah. Hasilnya, mereka adalah dokter, sekaligus mereka juga seorang imam masjid yang menyentuh, Qari yang menyibak makna, dai yang menggerakkan umat, bahkan pemimpin gerakan Islam yang menjemput syahid. Mati syahid yang menghidupkan umat. Nah, bagaimana dengan dokter-dokter di negeri kita? Ya Rabb...


Diambil dari milis Pembaca Asma Nadia

Baca Selengkapnya ...